Kriminolog Prof. Dr. Adrianus Meliala dalam beberapa wawancara media, seringkali menekankan bahwa kekerasan oleh debt collector adalah fenomena kriminal yang dipicu oleh faktor-faktor struktural, seperti tekanan dari perusahaan untuk menagih utang. Beliau berpendapat bahwa kurangnya pelatihan dan pengawasan mendorong mereka menggunakan cara-cara yang melanggar hukum.
Berdasarkan laporan dari LBH Jakarta, banyak korban telah mengajukan pengaduan. Jeanny Silvia Sari Sirati, Pengacara Publik di LBH Jakarta, menjelaskan bahwa gaya penagihan yang memaksa dan mengintimidasi dilakukan karena para debt collector mengejar target dari perusahaan. Selain itu, buku saku LBH Jakarta tahun 2020 menyarankan korban untuk tetap tenang dan mengambil langkah hukum, seperti membuat laporan pidana ke kepolisian.
Hak Konsumen yang Dilindungi Hukum
Peminjam memiliki hak fundamental yang wajib dilindungi, dan mereka harus tahu bahwa mereka tidak perlu menghadapi intimidasi.
- Hak untuk Tidak Diintimidasi: Menurut hukum dan aturan OJK, debt collector dilarang menggunakan ancaman, kekerasan fisik atau verbal, dan tindakan memalukan dalam proses penagihan.
- Batasan Waktu Penagihan: Penagihan hanya boleh dilakukan pada pukul 08.00 hingga 20.00 waktu setempat, kecuali ada perjanjian lain.
- Hanya Menagih kepada Peminjam: Debt collector dilarang menagih kepada pihak lain selain peminjam, termasuk kontak darurat.
- Perlindungan Data Pribadi: Penyebaran data pribadi peminjam adalah pelanggaran serius yang dapat dikenakan sanksi pidana.
Aturan Penagihan OJK dan Pasal-Pasal Pidana bagi Pelanggar
OJK telah mengeluarkan aturan tegas mengenai tata cara penagihan. Jika debt collector melanggar aturan, mereka dapat dipidanakan.
- Pasal 368 KUHP (Pemerasan) dan Pasal 335 KUHP (Perbuatan Tidak Menyenangkan) dapat menjerat pelaku yang melakukan ancaman atau pemaksaan. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 9 tahun. Hukuman ini dapat lebih berat jika pemerasan disertai dengan kekerasan yang menyebabkan cedera serius atau kematian.
- UU ITE Pasal 32 juncto Pasal 48 dapat digunakan untuk menjerat debt collector atau lembaga pinjol yang menyebarkan data pribadi atau melakukan pelecehan siber. Sanksi pidananya bisa berupa penjara 1 hingga 4 tahun dan denda 1 hingga 10 miliar rupiah.
- Pasal 36 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juga melarang segala bentuk penyebaran data pribadi tanpa izin. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Penyelesaian Masalah Hingga Akarnya: Ketimpangan Sosial dan Kriminalitas
Tampilkan Semua