Namun hal terkait situs megalitik ‘Mandala Mata Bumi’ Gunung Subang wilayah Kuta Agung, Dayeuhluhur, Cilacap ini setelah berselancar ke mana-mana, redaksi CILACAP.INFO tidak menemukannya.
Walhasil redaksi mendapatkan informasi secara langsung dari masyarakat setempat, masyarakat yang disebut ‘Dayaluhur’ yang betapa kuat dan secara ketat menjaga nilai tradisi budayanya, mereka secara turun menurun mewarisi budaya e-book.
E-book yang menandaskan pesan ingatan bahwa apa kata nenek moyang adalah ilmu yang bernilai bagi pendidikan dan sejarah, dan yang harus dipercayai. Mereka menjaga nilai kepercayaan itu ke dalam laku hidup mereka sehari-hari, bahwa tradisi budaya tutur dan lisan menjadi karakter khas masyarakat budaya Dayeuhluhur ini.
Sementara itu, Situs megalitik Gunung Padang Cianjur dilaporkan pada tahun 1914. Situs ini ditulis oleh N. J. Krom, arkeolog dari Oudheidkundige Dienst (Dinas Purbakala Hindia-Belanda), dalam laporan resminya tentang peninggalan purbakala di Jawa.
Dalam literatur ilmiah Eropa sebagaimana tersebut di atas, maka ada rentang waktu yang cukup jauh yakni satu abad kemudian, setelah Situs Megalitik Gunung Subang Daja Louhour (1806) atau situs Mandala Mata Bumi terlaporkan.
Jadi, dalam arsip kolonial, Gunung Soebang tercatat lebih lebih awal dari pada Gunung Padang (1914) sebagaimana dikemukakan oleh manuskrip berjudul ‘Rapporten van den Oudheidkundige Dienst in Nederlandsch-IndiĆ«’
Catatan redaksi kali ini berikhtiar menggali informasi dan data yang kaitannya Situs Purbakala Gunung Subang dengan Manuskrip Belanda, Meskipun detail spesifik mengenainya masih jarang dan samar ditemukan, tapi narasi utama menunjukkan bahwa keberadaan situs megalitik ‘Mandala Mata Bumi’ yang sebelumnya tersembunyi atau kurang dikenal oleh publik, memungkinkan akan terbuka dengan anggapan bahwa sejarah itu berlangsung secara dinamis.
Tampilkan Semua
