Mandala Mata Bumi, Situs Megalitik yang Tersembunyi di Balik Manuskrip Belanda

Situs Megalitik G Subang dalam Manuskrip Belanda
Situs Megalitik G Subang dalam Manuskrip Belanda

CILACAP.INFO — Situs Mandala Mata Bumi adalah nama yang diberikan untuk sebuah situs megalitik purba yang baru-baru ini ditemukan di puncak Pegunungan Subang, wilayah Desa Kuta Agung, Dayeuhluhur, Cilacap, Jawa Tengah. Selasa (23/12).

Situs megalitik yang digambarkan ‘Situs Sebesar Gunung’ dan terbesar di Jawa Tengah ini dengan keistimewaan dan keunikannya yang dimiliki, ternyata Tersembunyi di Balik Manuskrip Belanda.

Gunung Soebang (Gunung Subang) pertama kali dicatat oleh orang Belanda pada tahun 1806. Hal itu ditemukan berdasarkan buku berjudul ‘Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde’.

Dalam buku sang penulis melaporkan bahwa puncak ‘Soebang Daja Louhour’ terdiri dari beberapa teras bertingkat, dan memiliki makam keramat, serta tonil pemujaan atau aktivitas pertapaan.

Penulis buku adalah G. A. de Lange dan Dr. van Limburg Brouwer, tidak secara eksplisit menyebutkan nama situs megalitik ‘Mandala Mata Bumi’, walau demikan mereka menggambarkan secara umum apa yang diketahuinya berdasarkan survei waktu itu, peninjauan langsung atas potensi pegunungan di wilayah Dayaluhur-Galuh–Kuningan–Cirebon.

Maka jika literasi tersebut dikaji lebih dalam, menurut ahli bahasa, ada dua hal yang menjadi kunci untuk memahaminya yakni catatan yang tersurat dan pengertian yang tersirat. Dua kunci tersebut sebagai data utama dalam ilmu pembuktian sejarah.

Dalam manuskrip buku berjudul ‘Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde’. Sang penulis melaporkan bahwa ‘puncak Soebang Daja Louhour’ (Gunung Subang Dayeuhluhur) terdiri dari beberapa teras bertingkat, dan memiliki makam keramat, serta aktivitas pertapaan’.

Maka jika diserap, dipahami dan disimpulkan, berdasarkan literasi naskah kuno Eropa berbahasa belanda tersebut menyiiratkan bahwa situs megalitik ‘Mandala Mata Bumi’ yang berada di puncak Gunung Subang Dayeuhluhur terdiri dari beberapa teras bertingkat (pengertiannya yakni punden berundak), dan memiliki makam keramat (pengertiannya bumi pesarean), serta aktivitas pertapaan (mandala).

Dalam berbagai naskah kuno Eropa, terutama dari era penjelajahan dan kolonialisme awal, memang diakui mereka banyak melakukan eksplorasi terkait potensi kekayaan alam, kebudayaan Nusantara yang berkembang saat itu, lalu mereka merekam dalam cataan-catatan, menuliskan dalam bahasa mereka, dan bahkan mendokumentasikannya.

Dalam dokumentasi yang kemudian disebut manuskrip maupun buku, yang memuat data kumpulan informasi, biasanya berfokus pada pos-pos perdagangan, kerajaan-kerajaan besar, atau sumber daya alam di berbagai wilayah dan budaya di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Adapun hasil penjelajahan apa yang mereka gali atas wilayah-wilayah di Nusantara, terantologi baik dalam bentuk kumpulan maupun laporan-laporan, yang disebut manuskrip atau buku. Maka manuskrip adalah produk budaya mereka yang hasilnya masih dapat kita pelajari saat ini, melalui arsip yang ditinggalkannya itulah kita mengetahui betapa peradaban kita di masa lalu begitu unggul dan tinggi.

Namun demikian walau tidak secara spesifik, dan detail, apalagi terperinci untuk menuliskan situs-situs peninggalan purbakala, secara tersirat melalui catatan-catatan mereka menginformasikan muatan potensi yang ada dalam suatu wilayah dengan gambaran umumnya saja.

Apalagi situs megalitik yang berada di ketinggian gunung dan pedalaman seperti ‘Mandala Mata Bumi’ Daja Loehoeur, sepertinya di luar konteks mereka yang lebih luas.

Banyak yang menganggap bahwa situs megalitik sebagai warisan budaya yang mencerminkan karakter dan budaya bangsa, serta peradaban masa lalu, yang bernilai bagi kepentingan sejarah dan pendidikan, yang lebih sering didokumentasikan dan dikaji ke dalam konteks arkeologi dan sejarah lokal Indonesia, baik melalui penelitian yang dilakukan oleh para arkeolog baik kedinasan maupun lembaga pendidikan, dari kajian ilmiah para akademisi seperti yang tercatat dalam berbagai jurnal dan repositori budaya nasional.

Namun hal terkait situs megalitik ‘Mandala Mata Bumi’ Gunung Subang wilayah Kuta Agung, Dayeuhluhur, Cilacap ini setelah berselancar ke mana-mana, redaksi CILACAP.INFO tidak menemukannya.

Walhasil redaksi mendapatkan informasi secara langsung dari masyarakat setempat, masyarakat yang disebut ‘Dayaluhur’ yang betapa kuat dan secara ketat menjaga nilai tradisi budayanya, mereka secara turun menurun mewarisi budaya e-book.

E-book yang menandaskan pesan ingatan bahwa apa kata nenek moyang adalah ilmu yang bernilai bagi pendidikan dan sejarah, dan yang harus dipercayai. Mereka menjaga nilai kepercayaan itu ke dalam laku hidup mereka sehari-hari, bahwa tradisi budaya tutur dan lisan menjadi karakter khas masyarakat budaya Dayeuhluhur ini.

Sementara itu, Situs megalitik Gunung Padang Cianjur dilaporkan pada tahun 1914. Situs ini ditulis oleh N. J. Krom, arkeolog dari Oudheidkundige Dienst (Dinas Purbakala Hindia-Belanda), dalam laporan resminya tentang peninggalan purbakala di Jawa.

Dalam literatur ilmiah Eropa sebagaimana tersebut di atas, maka ada rentang waktu yang cukup jauh yakni satu abad kemudian, setelah Situs Megalitik Gunung Subang Daja Louhour (1806) atau situs Mandala Mata Bumi terlaporkan.

Jadi, dalam arsip kolonial, Gunung Soebang tercatat lebih lebih awal dari pada Gunung Padang (1914) sebagaimana dikemukakan oleh manuskrip berjudul ‘Rapporten van den Oudheidkundige Dienst in Nederlandsch-Indië’

Catatan redaksi kali ini berikhtiar menggali informasi dan data yang kaitannya Situs Purbakala Gunung Subang dengan Manuskrip Belanda, Meskipun detail spesifik mengenainya masih jarang dan samar ditemukan, tapi narasi utama menunjukkan bahwa keberadaan situs megalitik ‘Mandala Mata Bumi’ yang sebelumnya tersembunyi atau kurang dikenal oleh publik, memungkinkan akan terbuka dengan anggapan bahwa sejarah itu berlangsung secara dinamis.

Maka sebelum akhirnya ditemukan dan diteliti lebih dalam dan secara formal. Penemuan ini membuka kembali diskusi tentang keberadaan situs-situs megalitik yang tersembunyi sebagai perhatian penting bagi entitas warisan budaya dan identitas peradaban bangsa, dan umat manusia yang selama inibluput dari perhatian. (IHA)

Cilacap Info
IKUTI BERITA LAINNYA DIGOOGLE NEWS

Berita Terkait