Oleh : Priyo Anggoro, S.Sos., MM
Fenomena kekerasan berujung pembunuhan yang dilakukan seorang remaja di Sawah Besar, Jakarta, mengagetkan banyak pihak. Bagaimana bisa seorang remaja berusia 15 tahun menjelma menjadi seorang pembunuh berdarah dingin. Apalagi setelah sebelumnya ia menggambar sketsa pujaannya di alam virtual, yaitu tokoh dunia fiksi Slenderman dan Chucky.
Hal ini nampaknya yang perlu dipahami oleh orang tua masa kini, bahwa anak-anak yang hidup hari ini, menjadi bagian dari revolusi teknologi informasi dan komunikasi yang dahsyat. Dunia virtual banyak mengisi ruang-ruang kosong pada jiwanya. Sementara ruang sosial dan spiritualnya mulai diabaikan oleh orang tua yang biasanya sibuk dengan aktifitasnya masing-masing.
Perilaku NF inisial dari remaja tersebut, masih dalam pendalaman beberapa ahli psikologi dan sosial. Karena ini adalah kejadian yang di luar nalar dunia remaja. Padahal NF ini tergolong remaja yang cerdas secara kognitif, terbukti dalam beberapa tulisannya memakai bahasa inggris dan pemahaman sastra bahasa yang lumayan dalam.
Pendidikan karakter yang dicanangkan pemerintah sepertinya belum sepenuhnya masuk ke kurikulum sebagai satu bagian yang bisa dan mudah dipahami, juga direalisasikan.
Sementara pemerintah sampai saat ini belum menaruh signifikansi terhadap pendidikan Agama dan praktek keagamaan sebagai bagian menanamkan jiwa yang takut pada Tuhannya dan menanamkan nilai-nilai kehidupan setelah kematian. Salah satunya beberapa anggaran bagi pengembangan pendidikan TPQ dan Madrasah Diniyah masih belum menjadi prioritas pemerintah di daerah.
Pada alam spiritual inilah, keluarga terutama ayah dan ibu, harus mampu mengontrol kegiatan anaknya. Mengaji atau tidak, bila mengaji, dimana mengajinya, dengan siapa dan apakah mengajarkan toleransi atau tidak.
Alam sosial, spiritual dan virtual sekarang berkembang beriringan. Guru, dosen, ustadz, kyai dan orang tua harus tanggap dengan situasi ini. Tidak boleh abai apalagi tidak mau tau sama sekali.