Benarkah Korporasi Kini Peduli Lingkungan, Atau Sekadar Gimik?

IMG 20250616 WA0014
Ilustrasi (Sumber: Kurnia Ayu Agustin).

Magelang – Kita semua tahu, kata tanggung jawab itu berat. Bahkan bagi manusia, tidak mudah untuk selalu konsisten dalam menjalankannya—apalagi bagi perusahaan besar yang keuntungan tahunannya mencapai triliunan rupiah, jelas pelaksanaan tanggung jawab menjadi sebuah beban. Namun, di tengah krisis iklim yang semakin nyata dan kualitas udara yang semakin memburuk, pertanyaannya sekarang: apakah korporasi benar-benar sudah patuh terhadap hukum? Atau jangan-jangan mereka hanya pandai bermain citra?

Dulu, hukum lingkungan sering kali dianggap sebagai formalitas administratif. Asal punya dokumen AMDAL, seolah semuanya selesai. Tapi sekarang, pendekatannya mulai berubah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, misalnya, menjadi payung dan landasan hukum yang serius. Korporasi bisa dituntut oleh hukum tanpa harus dibuktikan kesalahannya secara langsung. Jika mencemari lingkungan, mereka wajib bertanggung jawab di depan hukum. Titik.

Namun, teori hukum di atas kertas memang selalu tampak rapi. Praktik di lapangan? Itu cerita lain. Hukum bisa saja tajam dalam tulisan, tetapi tumpul dalam pelaksanaan. Penegakan hukum yang lemah, koordinasi antar lembaga yang tidak sinkron, hingga tekanan ekonomi yang membuat hukum terkesampingkan, menjadi hambatan utama. Maka, meskipun hukum sudah semakin galak, kenyataannya masih banyak korporasi yang dengan enteng merusak lingkungan demi mengejar target keuntungan.

Lalu muncullah konsep korporasi yang terdengar keren: Corporate Social Responsibility (CSR). Banyak korporasi kini berlomba-lomba memamerkan program hijau mereka—mulai dari menanam pohon, membersihkan pantai, hingga meluncurkan produk yang katanya ramah lingkungan. Namun, yang patut ditanyakan adalah: apakah itu sungguh bentuk komitmen suatu korporasi? Ataukah sekadar strategi pemasaran yang berkedok transformasi tanggung jawab?

Transformasi tanggung jawab lingkungan dalam dunia korporasi seharusnya tidak berhenti pada pencitraan atau kewajiban hukum semata. Ini seharusnya menjadi komitmen jangka panjang—bagian dari nilai dan identitas korporasi itu sendiri. Kita ingin melihat korporasi yang tidak hanya pandai berbicara, tetapi juga benar-benar menjalankan bisnis dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan.

Beberapa korporasi memang sudah mulai bergeser paradigmanya. Mereka sadar, kepentingan korporasi tidak hanya menyangkut kelangsungan bisnis itu sendiri, namun juga keberlanjutan lingkungan dengan menjaga bumi tetap hijau. Di masa depan, korporasi yang bertahan adalah yang mampu menyesuaikan diri dengan nilai-nilai keberlanjutan. Jika mereka masih menggunakan model bisnis lama—yang hanya mengejar keuntungan tanpa memikirkan lingkungan—maka bersiaplah ditinggalkan konsumen.

Namun demikian, belum semua korporasi bergerak ke arah tersebut. Masih banyak yang berpikir pendek—mengutamakan keuntungan sesaat tanpa peduli pada dampak jangka panjang. Kita masih sering menyaksikan eksploitasi alam dan manusia yang dibungkus dengan dalih pembangunan. Ironis, bukan?

Maka dari itu, kembali ke pertanyaan awal: apakah korporasi benar-benar telah bertransformasi dari perusak menjadi pelopor pelestarian?

Jawabannya: belum semuanya. Namun, tekanan publik semakin besar, hukum semakin kuat, dan konsumen semakin kritis. Korporasi tidak lagi bisa bersembunyi di balik CSR yang hanya tempelan. Transformasi sejati adalah ketika tanggung jawab lingkungan menjadi bagian dari operasional harian perusahaan—bukan sekadar proyek tahunan untuk kepentingan foto dan laporan.

Jika konsumen juga semakin kritis, maka perusahaan tidak punya pilihan selain berubah secara nyata. Sebab di era keterbukaan saat ini, kepalsuan mudah terbongkar. Korporasi yang hanya bermain gimmick akan cepat ditinggalkan.

Lingkungan hidup bukan hanya urusan para aktivis. Ini adalah urusan kita semua—termasuk para pemilik modal.

Artikel ini ditulis oleh Kurnia Ayu Agustin, Mahasiswi Prodi Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tidar

Cilacap Info
IKUTI BERITA LAINNYA DIGOOGLE NEWS

Berita Terkait