Yang lebih menyakitkan, kasus ini bukan cuma soal penipuan, tapi masuk kategori perdagangan manusia. Harusnya negara langsung turun tangan sejak awal. Sayangnya, yang sering terjadi justru sebaliknya—negara baru muncul setelah korban berteriak, setelah video viral tersebar di TikTok, atau setelah berita muncul di televisi.
Padahal, tugas negara adalah melindungi rakyatnya, bukan sekadar bereaksi ketika semuanya sudah terlambat.
Evaluasi Sekadar Kata atau Tindakan Nyata?
Setiap kali ada kasus TKI dieksploitasi, kita dengar kata “evaluasi”. Tapi nyatanya, kasus terus berulang. Ini bukan lagi soal memperbaiki dokumen atau menyusun ulang peraturan. Ini soal kemauan politik untuk benar-benar membenahi sistem ketenagakerjaan.
Evaluasi nyata berarti membuka akses kerja di dalam negeri, mempermudah syarat kerja tanpa menurunkan kualitas, serta memperkuat jalur resmi pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Edukasi kepada masyarakat tentang risiko dan cara aman menjadi pekerja migran juga harus digencarkan, bukan hanya saat ada kasus.
Selama rakyat kecil tidak punya pekerjaan layak di negeri sendiri, mereka akan terus mencari celah—dan agen tak bertanggung jawab akan terus memanfaatkan celah itu.
Negara Harus Hadir, Bukan Sekadar Reaktif
Perdagangan manusia bukan sekadar risiko kerja, tapi kejahatan kemanusiaan. Mereka yang jadi korban tidak hanya kehilangan uang dan masa depan, tapi juga martabat. Dan di balik semua itu, negara seharusnya hadir sejak awal.
Pemerintah harus hadir bukan hanya sebagai penonton yang sibuk ketika lampu kamera menyala, tapi sebagai pelindung yang aktif sejak proses rekrutmen, keberangkatan, hingga pengawasan di negara tujuan. Karena jika negara terus abai, maka pertanyaan “salah siapa?” akan terus mengarah pada mereka yang seharusnya melindungi.
*) Artikel ini adalah kiriman Dian Sanitri, Mahasiswi Prodi Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Tidar.
Tampilkan Semua