Kortisol yang terus-menerus tinggi juga bikin tubuh memproduksi lebih banyak gula darah, yang kemudian meningkatkan risiko resistensi insulin dan akhirnya berujung ke diabetes. Kombinasi dari tekanan darah tinggi, gula darah tinggi, dan penyempitan pembuluh darah inilah yang membuat risiko serangan jantung dan stroke melonjak.
Yang lebih mengerikan, semua ini bisa terjadi tanpa gejala. Kamu masih muda, kelihatan sehat, tapi bisa saja jantungmu sudah lelah memompa dalam kondisi “siaga satu” terus menerus.
Penelitian yang Mengungkap Fakta Mengejutkan
Sebuah studi dari Harvard Medical School mengamati 293 pasien yang baru saja mengalami serangan jantung. Hasilnya, mereka yang menunjukkan aktivitas amigdala lebih tinggi dalam scan otak ternyata memiliki kemungkinan lebih besar untuk terkena penyakit jantung dalam 3–4 tahun ke depan. Artinya, tingkat kecemasan dan stres seseorang memang secara langsung berkaitan dengan kondisi fisik jantungnya.
Peneliti lain dari University College London menyebutkan bahwa orang dengan tingkat stres tinggi memiliki kemungkinan 50% lebih besar mengalami gangguan jantung serius dibanding yang tidak.
Stres Itu Nyata, dan Tubuhmu Merespons dengan Nyata
Bayangin aja kamu punya teman satu angkatan kuliah yang kelihatannya baik-baik saja. Rajin, pintar, aktif di organisasi. Tapi suatu hari dia pingsan saat presentasi dan didiagnosis serangan jantung ringan. Usianya baru 25. Ngeri, kan?
Ini bukan cerita langka. Di rumah sakit besar, apoteker dan dokter makin sering menemukan pasien muda dengan tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tak terkontrol, atau detak jantung abnormal. Bukan karena pola makan saja, tapi karena stres tak tertangani yang berlangsung tahunan. Kondisi ini kadang disebut broken heart syndrome atau kardiomiopati takotsubo, di mana jantung melemah tiba-tiba karena tekanan emosional yang ekstrem.
Apa yang Bisa Kamu Lakukan Sebagai Calon Tenaga Kesehatan?
Kamu yang lagi kuliah farmasi atau baru terjun ke dunia kerja di bidang kesehatan, punya peran strategis dalam menghadapi situasi ini. Edukasi pasien bukan cuma soal dosis obat, tapi juga tentang gaya hidup dan manajemen stres. Mulai dari mengenalkan cara relaksasi, menjelaskan efek kortisol pada tubuh, sampai merekomendasikan konseling psikologis kalau perlu.
Tampilkan Semua