Habib Syech dan Wapres RI Hadiri Haul Syaikh Nawawi Banten ke-130

Syekh Nawawi al Bantani
Syekh Nawawi al Bantani (Sumber Foto : Youtube/ASKAMZA channel)

BANTEN, CILACAP.INFO – Haul Syekh Nawawi Al-Bantani tahun ini masuk ke-130. Rangkaian kegiatan dijadwalkan digelar di Masjid Agung Tanara, Jalan Syekh Nawawi Tanara, Kampung Tanara, Desa Tanara, Kecamatan Tanara, Kabupaten Serang, Banten.

Dari informasi yang didapatkan, pada hari Rabu (17/05/2023) malam, selepas maghrib dihelat gema dzikir bersama Jamaah Al-Khidmat Surabaya.

Kemudian pada Kamis (18/05/2023) malam, mulai habis maghrib, ada tablig akbar bersama dai se Banten. Sedangkan pada Jumat (19/05/2023) digelar haul bersama Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia KH Ma’ruf Amin dan Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf yang dimulai pukul 19.30 WIB di Pesantren Annawawi Tanara, Kabupaten Serang, Banten.

Sekadar diketahui, dihimpun dari sejumlah sumber, Syekh Nawawi bernama lengkap Muhammad Nawawi bin Umar bin Arabi bin Ali bin Jamad bin Janta bin Masbuqil Al-Bantani Al-Jawi. Syekh Nawawi lahir di Tanara, Serang, Banten, pada 1230 H/1813 M.
 
Ayahnya, Umar bin ʹArabi adalah penghulu kecamatan di Tanara. Beliau mengajar sendiri putera-puteranya (Nawawi, Tamim dan Ahmad) pengetahuan dasar dalam bahasa Arab, fikih, dan tafsir.

Ketiga putera tersebut kemudian melanjutkan pelajarannya kepada Kyai Sahal (masih di daerah Banten). Setelah itu mereka melanjutkan lagi pelajaran di Purwakarta kepada Kyai Yusuf, seorang kyai terkenal yang menarik santri-santri dari daerah-daerah jauh di seluruh Jawa, terutama dari daerah Jawa Barat waktu itu.

Kemudian mereka melakukan ibadah haji sewaktu masih muda. Nawawi waktu itu berumur 15 tahun dan tinggal di Mekah selama 3 tahun.

Rupanya kehidupan intelektual di Mekah sangat menarik hati Nawawi, sebab tidak lama setelah tiba di Banten, ia kemudian belajar lagi ke Mekah dan tinggal di sana seterusnya sampai wafat.

Di Mekah, antara tahun 1830-1860, Nawawi belajar di bawah bimbingan ulama terkenal, antara lain Khatib Sambas, Abdulgani Bima, Yusuf Sumbulaweni, Nahrawi dan Abdulhamid Daghestani.

Antara 1860-1870 ia mengajar di Masjidil-Haram dalam waktunya yang senggang, sebab antara tahun-tahun tersebut Nawawi sudah secara aktif menulis buku-buku. Tetapi setelah tahun 1870 ia memusatkan aktivitasnya untuk menulis.

Nawawi seorang yang produktif dan berbakat; tulisan-tulisannya meliputi karya pendek yang berisi tentang pedoman-pedoman ibadah sampai kepada tafsir Qur’an yang cukup tebal yang terdiri dari 2 jilid, yang diterbitkan di Mesir tahun 1887.

Terdapat lebih dari 38 karya penting Nawawi. Beberapa contoh karya penting Nawawi yang terbit di Mesir antara lain Syarh al-Ājurumiyyah, terbit 1881, Lubab alBayan (1884). Żariyat al-Yaqin, syarh atas karya Syaikh as-Sanūsī, terbit 1886., Fatḥ alMujīb. Syarḥ Addurr al-Farīd, Syarḥ al-Isra’ wa al-Miʹrāj karya al Barzanjī, Syarḥ atas syair maulid karya al-Barzanjī, Syarḥ tentang syair Asmā’ al-Ḥusnā.

Syarḥ Manasik Haji karangan asy-Syirbinī yang terbit tahun 1880, Syarḥ Sulūk al-Jiddah (1883), Syarḥ Sullam al-Munājah (1884), Tafsir Al-Qur’an, Maraḥ Labid li Kasyfi maʹna Qur’ān Majid, dan dan tiga buah buku lagi yang berisi tentang doktrin-doktrin pokok iman, uraian tentang lima bagian-bagian penting dari hukum Islam dan lima rukun Islam.

Di samping itu Nawawi juga menulis pembahasan secara meluas tentang ushul fikih dan fikih. Seperti nampak dalam contoh-contoh di atas, karya-karya Nawawi hampir semua merupakan pembahasan lebih jauh (Syarh) atas karya pengarang-pengarang besar yang mendahuluinya.

Nawawi menjadi terkenal dan dihormati karena keahliannya menerangkan kata-kata dan kalimat-kalimat Arab yang artinya tidak jelas atau sulit dimengerti yang tertulis dalam syair terkenal yang bernafaskan keagamaan.

Kemasyhuran Nawawi dikenal luas di hampir seluruh Dunia Arab. Karya-karyanya banyak beredar terutama di negara-negara yang menganut mażhab Syafiʹi.

Di Kairo ia sangat terkenal. Buku tafsirnya Maraḥ Labid yang terbit di sana diakui mutunya dan memuat persoalan-persoalan penting sebagai hasil diskusi dan perdebatannya dengan ulama Al-Azhar.

Demikian terkenalnya nama Nawawi sehingga pada sampul tafsir tersebut edisi cetakan Kairo, ia diberi julukan “Sayyid ulama al-Ḥijaz” yang artinya, pemimpin para ulama Hijaz
Indonesia Nawawi tentu saja sangat terkenal.

Ia menjadi kebanggaan sebagai seorang putera Indonesia yang keahliannya. Dalam beberapa sampul depan kitab Tafsir Marāḥ Labīd yang diterbitkan di Indonesia dicantumkan juga gelar ini. diakui di Dunia Arab.

Semua buku-buku yang disebutkan di atas secara luas dipelajari di pesantren-pesantren Jawa. Adapun Mengenai karomah Syekh Nawawi, Beliau adalah sosok yang memiliki keistimewaan yang tidak bisa dinalar.

Suatu hari ketika dalam perjalanan, Syekh Nawawi mampir istirahat di sebuah tempat. Kemudian dia adzan karena akan shalat. Setelah adzan, ternyata tidak ada orang yang datang, akhirnya ia qamat lalu shalat sendirian.

Usai salat, Syekh Nawawi kembali melanjutkan perjalanan, tapi ketika menengok ke belakang, ternyata ada seekor ular raksasa dan mulutnya sedang menganga.

Akhirnya diketahui ternyata tadi Syekh Nawawi shalat di dalam mulut ular yang sangat besar itu. Karomah lain Syekh Nawawi adalah ketika makamnya di Ma’la, Arab Saudi, akan dibongkar untuk kepentingan pelebaran jalan.

Saat hendak dibongkar, alat berat yang digunakan membongkar makam, tiba-tiba rusak. Ketika dipaksa dibongkar sampai 5 kali, para pekerja kaget karena ternyata di dalam makam tersebut ada orang yang sedang sujud.

Akhirnya makam tersebut tidak jadi dibongkar, dan dibuatlah jalan layang.
Kisah lainnya saat terjadi kebakaran di sebuah perpustakaan kampus di Mesir.

Semua kitab yang ada di dalam perpustakaan hangus, kecuali satu, yaitu Marah Labid atau Tafsir Munir karya Syekh Nawawi Al-Bantani.

Syekh Nawawi memiliki beberapa karomah. Karomah Syekh Nawawi diperlihatkannya di saat ia mengunjungi Masjid Pekojan, Jakarta.

Masjid yang dibangun oleh Sayyid Utsman bin ‘Agil bin Yahya al-‘Alawi (mufti Betawi keturunan Rasulullah) itu ternyata memiliki kiblat yang salah.

Padahal yang menentukan kiblat bagi masjid itu adalah Sayyid Utsman sendiri.
Ketika Syekh Nawawi yang dianggapnya hanya seorang anak remaja tak dikenal menyalahkan penentuan kiblat, Sayyid Utsman sangat terkejut.

Sayyid Utsman tetap berpendirian bahwa kiblat Masjid Pekojan tersebut sudah benar, sementara Syekh Nawawi remaja berpendapat arah kiblat haruslah dibetulkan.

Masing-masing mempertahankan pendapatnya, tidak ada titik temu, Syekh Nawawi remaja menarik lengan baju Sayyid Utsman dan dirapatkan tubuhnya agar bisa saling mendekat. Lalu Syekh Nawawi mengarahkan telunjuk tangannya ke kiblat.

“Lihatlah Sayyid!, itulah Ka’bah tempat Kiblat kita. Lihat dan perhatikanlah! Tidakkah Ka’bah itu terlihat amat jelas? Sementara Kiblat masjid ini agak ke kiri. Maka perlulah kiblatnya digeser ke kanan agar tepat menghadap ke arah Ka’bah,”

Perlu ditekankan di sini, walaupun Nawawi tidak mengikuti Khatib Sambas sebagai pemimpin sebuah organisasi tarekat, namun ia tidak melepaskan ikatan intelektual dan spiritualnya dengan Khatib Sambas.

Dengan kata lain, Nawawi tidak menolak praktekpraktek tarekat selama tarekat tersebut tidak mengajarkan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam.

Sikap Nawawi ini yang menyebabkan namanya di Jawa tetap harum sampai sekarang. Beliau wafat di Mekah dan dimakamkan di tanah pekuburan al-Maʹlā di Mekah.

Cilacap Info
IKUTI BERITA LAINNYA DIGOOGLE NEWS

Berita Terkait