Perlu Sinergi Bersama Melawan Korupsi

Aji Setiawan DPC Sekretaris PPP Purbalingga
Aji Setiawan DPC Sekretaris PPP Purbalingga

CILACAP.INFO – Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia 2020 (Hakordia). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memberikan surat edaran untuk memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia 2020.

Dalam Surat Edaran Nomor 30 Tahun 2020 tersebut, KPK mengambil tema Membangun Kesadaran Seluruh Elemen Bangsa dalam Budaya Anti Korupsi.

Di tengah ketidakpastian yang diakibatkan oleh pandemi COVID-19, kita masih memiliki seabrek pekerjaan rumah yang tidak kalah penting untuk menyelamatkan negara dari perilaku koruptif mereka yang sering kali menyalahgunakan kekuasaan dan kepercayaan yang sedang diemban.

Pemberantasan korupsi merupakan salah satu amanat reformasi yang hingga saat ini masih abu-abu masa depannya. Semakin negara abai dengan upaya pemberantasan korupsi, maka akan semakin mahal pula harga yang harus dibayar untuk memenangi perang panjang ini.

Di dalam dunia medis, para dokter dibekali kemampuan untuk mendiagnosis sebuah penyakit dengan memperhatikan gejala yang dikeluhkan oleh pasien. Jika dianalogikan kepada fenomena medis, maka saya lebih senang menyebut praktik korupsi sebagai sebuah gejala yang diakibatkan oleh penyakit yang bernama krisis integritas.

Tak bisa dipungkiri, saat ini praktik korupsi sudah tumbuh subur menggerogoti berbagai sektor kenegaraan. Mulai dari sektor pemerintahan, parlemen, hingga para penegak hukum. Sulit bagi siapa pun untuk meyakini bahwa masih ada institusi yang benar-benar bersih dari praktik korupsi.

Di institusi pemerintahan misalnya, yang paling anyar adalah penangkapan dua menteri yakni Menteri KKP, Edhy Prabowo dalam kasus pengadaan benih lobster dan Menteri Sosial, Juliari Batubara kasus korupsi dana bansos.

Genderang perang terhadap tindak pidana korupsi telah lama ditabuhkan. Berbagai lembaga pemberantas korupsi pun dibentuk silih berganti, bahkan sejak awal kemerdekaan. Namun, parade korupsi masih tetap saja menggeliat dan kian sistemik.

Semua kenyataan ini memberikan pesan penting kepada kita bahwa bangsa ini memang belum merdeka dari korupsi.

Para peneliti dan mantan pejabat mengakui, 30% angka kebocoran anggaran belanja negara yang pernah dilontarkan Sumitro Djojohadikusumo pada paruh kedua tahun 1980-an, masih berlaku hingga saat ini.

Di era otonomi daerah sekarang ini, dengan semakin meluas dan membesarnya kekuasaan eksekutif dan legislatif sampai pada tingkat daerahdaerah, praktik korupsi pun mengalir tak terbendung, bahkan semakin canggih.

Setiap tahun, triliunan anggaran negara raib di tengah jalan oleh permainan busuk para mafia anggaran, yang melibatkan para penyusun anggaran di DPR, kementerian, dunia usaha, hingga pejabat daerah.

Hari-hari ini, saat kita merayakan Hari Anti Korupsi se-Dunia, seruan perang melawan korupsi : hukum harus ditegakkan, tidak boleh tebang pilih, tidak boleh pandang bulu, dan harus memberi efek jera serta menjamin keadilan dan kesetaraan di depan hukum.

Untuk melawan korupsi diperlukan langkah-langkah besar dan sistematis. Sebagai sebuah kejahatan luar biasa, korupsi harus dihadapi dengan cara-cara luar biasa pula. Perlawanan terhadap tindak kejahatan ini harus dilakukan secara masif dan sistematis, preventif, maupun represif.

Perlawanan secara massif artinya perang melawan korupsi bukan hanya urusan para penegak hukum tapi tanggung jawab seluruh komponen bangsa, melibatkan semua orang, semua pihak, pada semua level, dan semua masyarakat Indonesia.

Begitu pula, sebagai sebuah kejahatan yang sudah sangat sistemik, perang melawan tindak pidana korupsi tidak cukup hanya dengan menggunakan perangkat hukum yang ada saat ini, tapi juga dengan cara lain. Salah satunya adalah pembuktian terbalik. Karena itu, kita dorong pemerintah dan anggota parlemen segera menyusun UU Pembuktian Terbalik dan Pemiskinan Koruptor.

Dengan UU ini, seorang pejabat yang memiliki kekayaan di luar batas kemampuan (gaji) yang diterimanya setiap bulan bisa langsung diproses hukum. Secara kasat mata, kita bisa saksikan begitu banyak pejabat yang harta kekayaan dan pola hidupnya jauh di atas pendapatan resmi.

Pemiskinan koruptor juga diperlukan agar mereka yang terjerat tindak pidana korupsi benar-benar kapok dengan perilakunya itu. Dipenjara saja sangat tidak cukup. Harus ada juga kewajiban bagi koruptor untuk mengembalikan semua uang dan harta kekayaan yang dihasilkan dari perbuatan korupsinya.

Kita yakin, jika ada efek jera berupa pemiskinan koruptor, tindakan pidana korupsi akan menurun. Orang akan pikir seribu kali untuk korupsi. Langkah preventif juga sangat penting. Ini dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai antikorupsi kepada anak-anak sejak usia dini. Anak-anak dididik untuk jujur dan tidak mengambil sesuatu yang bukan miliknya.

Sekolah juga harus mengambil peran penting untuk langkah preventif ini. Pendidikan akhlak adalah hal penting yang harus diberikan di sekolah-sekolah. Dari sisi represif, para penegak hukum – polisi, jaksa, hakim — harus lebih serius, jujur, dan berani menjalankan tugas.

Sebagai institusi penegak hukum, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), harus benar-benar bersih dari praktik korupsi. Dalam perang melawan korupsi, semua institusi penegakan hukum ini harus satu langkah, satu tindakan, saling mendukung dan menguatkan. Dalam kaitan ini semua, peran KPK tentu sangatlah penting.

Sebagai institusi yang memang dibentuk secara khusus untuk solusi pemberantasan korupsi di Tanah Air, KPK membawa tanggung jawab besar dalam perang melawan korupsi. Institusi ini menjadi tumpuan harapan masyarakat. Sayangnya, lembaga ini belum menyentuh kasus-kasus besar. yang diproses kasus-kasus kecil.

Ke depan, kita harapkan KPK lebih fokus pada kasus-kasus besar, sementara kasuskasus korups kecil diserahkan ke Polri dan Kejaksaan. Biarlah seluruh energi KPK dicurahkan sepenuhnya untuk membongkar dan menuntaskan kasus-kasus besar.

Di luar institusi penegak hukum, peran masyarakat pun tak kalah pentingnya dalam perang melawan korupsi. Tak perlu yang canggih-canggih. Sikap tak bersahabat atau mencibir para koruptor adalah salah satu bentuk perlawanan terhadap praktik korupsi di Indonesia. Para koruptor yang telah merusak bangsa ini memang harus diganjar dengan hukuman yang setimpal, tidak saja dengan hukum formal, tapi juga dihukum secara sosial.

Karena itu, perang melawan korupsi juga harus dilakukan secara massif dan sistematis. Perang melawan korupsi perlu sinergi bersama seluruh komponen masyarakat dan harus menjadi perjuangan seluruh rakyat bangsa ini. (***) Penulis tinggal di Purbalingga Jawa Tengah.

Cilacap Info
IKUTI BERITA LAINNYA DIGOOGLE NEWS

Berita Terkait