Covid-19 itu Nyata

119940480 1815540745266276 5356102479008082499 n
119940480 1815540745266276 5356102479008082499 n

Pagi itu, Jum’at 14 Agustus, saya langsung dibawa ke gedung isolasi, diangkut dengan mobil ambulance, karena gedung isolasi terpisah dari RS, sekitar 100-200 meter.
Hari pertama itu saya langsung dipasang infus, diberi obat tablet dan kapsul entah apa saja, dan disuntikkan 3 obat cair ke tubuh saya lewat selang infus, yang rasa sakitnya minta ampun itu. Pengobatan seperti itu dilakukan tiga kali sehari, artinya tiga kali dalam sehari pula saya harus menahan sakitnya suntikan cairan lewat selang infus di tangan kiri saya. Setelah 3 atau 4 hari tangan saya tidak kuat lagi menahan sakitnya, tangan saya sudah bengkak, saya minta jarum infus dipindah ke tangan kanan saja. Rasanya benar2 bikin saya kapok, Bahkan sakit di tangan itu hingga dua minggu belum juga hilang.

Alhamdulillah hari demi hari selama di ruang isolasi kondisi saya semakin membaik, tensi darah semakin stabil normal, demam sudah turun, dan saturasi oksigen saya juga sudah dalam angka normal, akhirnya di hari ke lima atau ke enam infus saya pun dilepas, obat minum juga dikurangi. Tapi meski sudah dinyatakan sehat pada hari ke lima, saya belum boleh pulang, harus menunggu hasil swab, yang katanya baru ke luar setelah 10 hari sejak pengambilan sampel.

Kog lama sekali hingga 10 hari?, Iya, sebenarnya pada bulanĀ² sebelumnya hasil swab bisa diketahui hanya dalam waktu sehari atau dua hari, tapi semakin hari semakin lama seiring dengan semakin banyaknya sampel yang harus diteliti di laboratorium, harus antri.
Karena saya terhitung pasien dari kabupaten Malang, bukan Kota Malang, maka sampel saya dikirim ke laboratorium di Tulungagung, bukan di Malang sendiri. Mungkin itu yang menyebabkan antrian semakin lama, karena tentunya tidak hanya sampel yang dikirim dari Kabupaten Malang saja yang harus diteliti di laboratorium itu.
Di sini saya berfikir tentang ramai isu “dicoronakan oleh dokter” yang membuat banyak masyarakat takut untuk memeriksakan diri ke rumah sakit itu. Tiap ada yang berkata pada saya “JanganĀ² sampean dicoronakan?”, saya katakan “Tidak mungkin, saya percaya pada dokter”.
Kenapa?, karena vonis positif atau negatif Corona bukan ditangan dokter, tapi ditangan peneliti yang ada di laboratorium Tulungagung sana, dokter di RS hanya mengabarkan hasil lab di sana saja. Jadi sangat aneh menurut saya ada istilah “dicoronakan dokter”, setidaknya pada kasus saya.

Tampilkan Semua
Cilacap Info
IKUTI BERITA LAINNYA DIGOOGLE NEWS

Berita Terkait